Jakarta - Kacamata pintar Google Glass digadang gadang akan menjadi sesuatu yang besar. Namun, belum juga diluncurkan untuk publik, potensi Google Glass mulai banyak dipertanyakan.
Robert Scoble, pakar teknologi yang telah lama mengujicoba Google Glass, membeberkan tren kurang sedap tentang kacamata itu. Menurut dia, para karyawan Google mulai jarang terlihat memakainya.
"Saya cemas dengan sebuah tren baru, yaitu saya mulai jarang melihat pegawai Google memakainya lagi," kata Scoble yang detikINET kutip dari Business Insider, Sabtu (4/1/2014).
Ketika ditanya, beberapa mengatakan bahwa mereka tidak mau terlihat seperti iklan berjalan atau menyombongkan diri sebagai karyawan Google.
"Saya memahami hal itu. Beberapa orang mengira saya adalah karyawan Google saat memakai Google Glass. Saya pun berharap tren ini tidak berarti pekerja Google tidak mau mendukung Glass lagi," tambah Scoble.
Di sisi lain, Mat Honnan, pengujicoba Google Glass dari majalah Wired sejatinya sangat menggemari perangkat tersebut. Sayangnya, ia takut tampil di tempat umum dengan memakai Google Glass.
"Saya tidak yakin di mana kacamata itu bisa diterima publik. Saya tidak memakainya di transportasi umum karena mungkin akan dihajar. Saya tidak memakainya saat makan malam, di bar ataupun di bioskop. Saya tidak bisa memakainya di sekolah karena terkadang benda itu menakut nakuti anak," tulis Honan.
Google Glass punya beragam kemampuan canggih layaknya smartphone, misalnya bisa mengakses internet, menunjukkan arah, sampai merekam foto dan video. Namun banyak yang menganggapnya mengganggu privasi.
Saat ini, Google Glass sudah dijual terbatas seharga USD 1.500 pada para developer. Rencananya, ia akan dijual massal tahun ini dengan banderol lebih terjangkau.
(fyk/fyk)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!