Bogor -Melihat pentingnya perekonomian di tahun-tahun mendatang, dan beratnya tantangan, presiden baru nanti diharapkan bisa memilih menteri-menteri ekonomi dari kalangan profesional atau bukan dari partai politik (parpol).
Direktur Institute for Development and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, kebijakan-kebijakan ekonomi seringkali terhambat karena konflik kepentingan menteri yang berasal dari parpol.
"Lebih baik menteri ekonomi jangan dari parpol karena konflik kepentingan mungkin ada. Minimal menteri ekonomi yang pasti itu Menteri Keuangan, Menteri ESDM karena energi sangat strategis, menteri pertanian, menteri perindustrian dan perdagangan. Jadi harus ada dari kalangan profesional. Pak Harto dulu semua menteri tidak datang dari kalangan yang tidak profesional," kata Enny saat berdiskusi dengan tema 'Mencari Pemimpin yang Pro Pertanian' di Hotel Amaroossa, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (17/05/2014).
Melihat pengalaman saat ini, INDEF menilai, menteri ekonomi yang berasal dari golongan partai bekerja tidak optimal. Bahkan sering terjadi benturan kepentingan sehingga menghambat program kerja.
"Antar lintas sektoral dengan daerah yang biasa yang menjadi bottleneck (penyumbatan). Hasilnya semua program strategis akhirnya mandek karena itu termasuk program MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Untuk menteri ekonomi deh karena menteri ekonomi itu sangat strategis," tuturnya.
Memberi jabatan menteri ekonomi dari golongan profesional sering dilakukan oleh Soeharto saat menjabat sebagai presiden.
"Kalau dari golongan profesional jadi bisa obyektif, lalu ada kepentingan sektoral dan daerah masih bisa disinergikan. Pak Harto dulu semua menteri tidak datang dari kalangan yang tidak profesional," cetusnya.
(wij/dnl)Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!