Jakarta - Berbagai aksi penjahat di internet sebagian besar pasti ujung-ujungnya ingin mencari keuntungan finansial. Ironisnya, bagi si korban, sulit sekali untuk mendapatkan kembali pundi-pundi yang telah dikuras oleh pelaku.
Berdasarkan Survei Kaspersky Consumer Security Risks, sebuah penelitian global yang dilakukan oleh B2B International dan Kaspersky Lab pada Juni September 2013, sebanyak 41% pengguna komputer kehilangan uang akibat penipuan cyber dan gagal mendapatkan kembali uang mereka.
"Secara teori, bahkan jika para penipu berhasil mencuri uang dari akun perbankan elektronik (e-banking) atau pembayaran elektronik (e-payment), uang yang hilang bisa dikembalikan oleh pihak bank atau melalui jalur hukum," jelas Kasepersky.
Namun, survei B2B International memperlihatkan bahwa tidak ada jaminan bahwa uang pengguna bisa kembali sepenuhnya. Dari seluruh pengguna yang kehilangan uang secara online, hanya 45% yang berhasil mendapatkan kembali uang mereka secara penuh.
Sisanya berhasil mendapatkan kembali sebagian uang mereka (14%) namun 41% lainnya tidak berhasil mendapatkan kembali sepeser pun uang mereka.
Menurut 33% responden korban penipuan online, uang mereka sulit kembali jika hilang pada saat melakukan pembayaran elektronik. Sebanyak 17% responden kehilangan uang ketika melakukan transaksi perbankan elektronik, dan 13% responden yang kehilangan uang adalah pelanggan toko online.
Bank dan toko online lebih sering mengembalikan uang pelanggan, dibanding sistem pembayaran elektronik. Secara umum, hanya 12% pelanggan online dan 15% pelanggan bank yang menerima kompensasi penuh atas hilangnya uang mereka akibat serangan berbahaya.
"Satu dari sepuluh responden beruntung mendapatkan kembali uang mereka secara penuh," lanjut Kaspersky.
Di saat yang sama, banyak pengguna yang tetap yakin bahwa pemilik layanan online memberikan perlindungan yang cukup atas transaksi yang dilakukan.
Hasil survei B2B International menunjukkan bahwa 45% responden percaya bahwa bank bertanggung jawab untuk mengembalikan uang mereka yang hilang ketika melakukan transaksi dan 42% responden menyatakan bank harus memberikan tools keamanan gratis untuk melindungi transfer uang pelanggan.
Menurut Kaspersky, hal ini menciptakan kondisi yang saling terkait: para penjahat cyber mencium peluang mendapatkan untung, lalu meningkatkan usaha mereka untuk mencuri uang pengguna, sementara pengguna memercayakan langkah pengamanan kepada bank, layanan pembayaran elektronik, dan toko online.
Namun baik bank, layanan pembayaran elektronik, maupun toko online tidak selalu mampu memberikan tingkat perlindungan yang dibutuhkan, baik karena alasan teknis maupun alasan lain.
"Hal ini semakin menarik minat para penjahat cyber untuk menyasar transaksi keuangan. Untungnya, ada cara aman untuk bertransaksi secara online," kata perusahaan keamanan internet asal Rusia tersebut.
Safe Money
Solusi perlindungan canggih adalah cara terbaik untuk meningkatkan keamanan transaksi online. Namun, ketika serangan cyber langsung menyasar uang, perlindungan 'universal' yang diberikan oleh kebanyakan produk Internet Security tidaklah cukup.
Untuk memaksimalkan keuntungan mereka, para pelaku penipuan online tidak segan mengeluarkan uang demi tools berbahaya khusus yang canggih yang sulit dideteksi solusi antivirus. Sebagai contoh, mereka rela membeli kerentanan pada aplikasi yang sah, membuat situs palsu bank dengan sangat mirip, dan lain-lain.
Mengingat sifat penipuan online yang khas, perusahaan keamanan internet pun berlomba-lomba menawarkan solusi. Tak terkecuali Kaspersky Lab yang mengembangkan teknologi Safe Money untuk melindungi komputer dari serangan finansial.
Safe Money adalah serangkaian mekanisme perlindungan tingkat tinggi yang diaktivasi secara otomatis kapan pun pengguna melakukan transaksi perbankan atau pembayaran online.
Sistem verifikasi terpadu multi-level yang dimilikinya diklaim mampu memeriksa keaslian situs yang dibuka pengguna, sehingga melindungi mereka dari serangan phishing.
(ash/ash)