Jakarta -Peredaran baju bekas ilegal yang diimpor dari luar negeri terus marak terjadi. Masyarakat masih gemar membeli baju bekas. Melihat kondisi tersebut, Kementerian Perdagangan ingin menyadarkan bahayanya baju bekas.
"Baju bekas itu merupakan barang berbahaya, kami ingin masyarakat sadar itu," ucap Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan (Kemendag) Widodo, ditemui di Kantor Kemendag, Sabtu (31/1/2015).
Widodo mengatakan, pihaknya sudah melakukan penelitian dengan mengambil sampel 25 pakaian bekas yang dijual di Pasar Senen. Sempel 25 pakaian bekas tersebut terdiri dari 5 kelompok pakaian anak, wanita, dan pria.
"Baru kami pisahkan masing-masing kelompok, itu di tangan saja sudah terasa gatal. Setelah dilakukan uji laboratorium, dan hasilnya pakaian tersebut mengandung banyak bakteri mikrobiologis. Kalau digunakan akan kena gatal-gatal, diare, dan yang mengerikan bisa terkena penyakit saluran kelamin," ungkap Widodo.
Bahkan, yang lebih mengerikan lagi kata Widodo, dalam sampel baju yang diuji di laboratorium tersebut ditemukan bekas noda menstruasi.
"Dalam penelitian yang kami lakukan itu, pakaian itu ada noda menstruasi juga yang diperdagangkan di sana (Pasar Senen). Kemudian itu kalau kita lihat setelah satu bulan penelitian, itu kita temukan ada 216 ribu koloni (kuman) per gram," tambahnya.
Widodo menegaskan, Indonesia melarang barang bekas termasuk pakaian bekas masuk ke wilayah Indonesia. Namun yang terjadi, barang-barang ini bisa melenggang masuk bebas melalui pelabuhan tidak resmi alias pelabuhan tikus.
"Barang ini masuk melakui pelabuhan tikus-tikus itu," katanya.
Ia mengharapkan, agar peredaran pakaian bekas ini tidak ada lagi, selain pengetatan pintu-pintu masuk pakaian bekas ini ke wilayah Indonesia. Pihaknya mengharapkan kesadaran masyarakat betapa bahayanya pakaian bekas ini, bila digunakan. Pasalnya, baju bekas ilegal akan selalu ada dan makin banyak jumlahnya, karena konsumen Indonesia banyak yang beli.
"Makanya kita pendekatan ke konsumen supaya konsumen cerdas. Seperti yang kita lakukan ke buah apel. Kan kita infokan, apel cuma dua yang nggak boleh yakni jenis granny smith dan galla. Tapi ternyata mereka setiap membeli, kalau tidak ada labelnya mereka tidak membeli. Itu buktinya konsumen kita cerdas kalau tidak ada keterangan tidak ambil risiko. Kita harap, pakaian bekas begitu juga. Kita sudah sosialisasikan, kita harap nggak ada yang beli lagi. Karena kalau konsumen sudah tidak membeli itu yang paling ampuh," tutup Widodo.
(rrd/dnl)